Ilustrasi Jurnalis Menulis Berita. Foto: Getty images
Penyampaian berita seharusnya menampilkan keterbukaan tentang pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Tetapi sekarang masih banyak berita yang ditutupi oleh media. Masih banyaknya sensasionalisme yang berlebihan atau berfokus pada hal-hal yang kontroversial demi menarik perhatian pembaca atau penonton.
Hal ini dapat mengaburkan fakta dan menyebabkan informasi yang tidak akurat tersebar luas. Penting bagi media massa untuk tetap menjaga integritas dan objektivitas dalam memberikan liputan demi kepentingan publik.
Selain sensasionalisme, maraknya pemberitaan di media massa yang mengarah kepada hoaks. Hoaks adalah berita bohong yang dibuat dengan sengaja untuk menyesatkan masyarakat semata-mata demi kepentingan komersial media saja dan tidak demi kebutuhan informasi bagi publik.
Hoaks dapat menyebar dengan cepat dan mudah melalui media sosial. Hal itu tentunya dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti keresahan sosial, atau bahkan kerugian ekonomi.
Masyarakat sebagai target pembangunan tidak bisa melihat bagaimana progress suatu media massa dapat memaparkan itu dengan menyeluruh. Salah satu media yang berpengaruh besar dalam proses penyebaran berita yaitu televisi.
Televisi merupakan media massa yang menarik karena pola penyajian penyajian pesan yang dikemas secara audiovisual (gambar bergerak dilengkapi oleh suara), sehingga informasi yang disampaikan lebih mudah diterima dan dipahami oleh pemirsanya.
Tetapi yang kita lihat akhir-akhir ini, masyarakat lebih cenderung melihat informasi melalui media sosial. Padahal antara keduanya sama-sama memuat informasi yang relevan tentang keadaan yang terjadi, tetapi mengapa masyarakat seiring berjalannya waktu tidak tertarik untuk melihat berita di televisi lagi?
Ilustrasi menggunakan sosial media. Foto: Shutter Stock
Reuters Institute baru saja merilis Digital News Report 2022 pada Rabu (15/6/2022). Menurut laporan tersebut, hanya ada 39 persen responden Indonesia yang percaya dengan sebagian besar berita media massa dan Indonesia juga menjadi negara dengan kepercayaan pada berita media massa terendah kelima di Asia Pasifik.
Jika kita throwback pada masa sebelum reformasi, banyaknya media massa mengabdi kepada pemerintahan yang berkuasa dan hanya menyiarkan berita-berita yang mendukung kebijakan pemerintah. Media massa semakin bersikap kritis sehingga pemerintah mulai memberikan sanksi yang semakin keras, di balik kejadian itu media massa di Indonesia pernah mati suri dan tidak bergerak lagi.
Media massa di Indonesia sudah dijamin kebebasannya sejak runtuhnya pemerintahan orde baru dan berjalannya era reformasi hingga saat ini. Pada zaman digital saat ini hal seperti itu sudah tidak boleh dilakukan. Masyarakat berhak meminta segala keterbukaan, transparansi berita baik itu tentang pemerintahan, keadaan sosial dan perekonomian masyarakat.
Karena sudah dijelaskan pada UU Media Massa No 40 Tahun 1999 Pasal 6. Diharapkan media massa dapat melaksanakan peranannya karena sudah terdapat dalam UU yang mengaturnya. Tetapi sekarang ini kebebasan di dalam media massa disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu yang hanya ingin mengambil keuntungan materiil saja.
Misalnya dalam menginformasikan kasus virus corona pada tahun 2019. Ketika adanya konfirmasi warga Indonesia terjangkit virus corona, banyak media massa yang menyebut nama, meliput dan memotret rumah penyintas.
Media massa sebaiknya menyudahi penyebutan identitas dan alamat pasien dengan lengkap. Seharusnya media melakukan pemberitaan yang relevan pada upaya-upaya pencegahan dan penanganan untuk mencegah kepanikan lebih lanjut.
Banyaknya penayangan berita yang sudah banyak di-setting sedemikian rupa, membuat masyarakat percaya dengan isu beredar yang faktanya tidak sesuai adanya. Banyak dari masyarakat lebih tertarik beralih dari media massa ke media elektronik seperti handphone.
Ilustrasi perempuan membaca berita di ponsel. Foto: Shutterstock
Melalui media sosial, seperti aplikasi Instagram pada akun @lambe_turah, @folkative yang memberitakan sesuatu dengan transparansi yang jelas. Terdapat juga X (dulu aplikasi Twitter) dengan berbagai berita yang dijadikan dalam satu thread.
Kasus yang diceritakan oleh korbannya langsung lebih terbukti akan adanya transparansi di sana, tanpa menunggu unggahan dari berita Televisi. Tidak hanya itu aplikasi TikTok yang sangat hits saat ini juga menayangkan konten-konten pemberitaan terbaru dengan sangat jelas.
Misteri pemberitaan di media massa menjadi tantangan yang harus diatasi dalam menyajikan informasi kepada masyarakat. Memisahkan fakta dan opini, menghindari sensasionalisme, serta membekali masyarakat dengan kemampuan untuk mengenali berita hoaks.
Itu adalah langkah-langkah penting yang harus dilakukan oleh media massa. Sehingga, media massa dapat menjaga integritas, objektivitas, dan tentunya juga kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang disampaikan.
Kenyataannya media massa dapat berfungsi sebagai jembatan informasi antara pemerintah dengan masyarakat mengenai keadaan masyarakatnya dari segala aspek. Mengenai kebijakan pemerintah demi menciptakan kemakmuran rakyat.
Seiring dengan fungsinya tersebut, media massa juga dapat menjadi kontrol sosial bagi perkembangan kehidupan masyarakat serta kontrol bagi pengambilan kebijakan oleh pemerintah. Tetapi di balik dampak-dampak yang dirasakan, sudah sebaiknya masyarakat dapat mengimbangi dengan kemampuan daya pikir untuk menganalisa berita yang ada.
Sangat banyaknya berita di berbagai platform yang tidak semestinya kita percaya sepenuhnya, bijak dan kritislah dalam menghadapi informasi dalam era digital ini.